Sampai Kapan Anak Wajib Dinafkahi Orang Tua?

Pertanyaan:

Sampai kapan seorang ayah wajib menafkahi anaknya? Apakah sampai anaknya bekerja atau sampai kapan?

Jawaban:

Alhamdulillaah, ash-shalaatu wassalaamu ‘ala Rasuulillaah, wa ‘ala aalihi wa man waalaah, amma ba’du,

Seorang ayah wajib menafkahi anak-anaknya. Allah ta’ala juga berfirman:

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath-Thalaq: 7).

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ

“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud).

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إبدأْ بنفسِك فتصدَّقْ عليها . فإن فضَلَ شيءٌ فلأهلِك . فإن فضَل عن أهلِك شيءٌ فلذى قرابتِك . فإن فضَل عن ذى قرابتِك شيءٌ فهكذا وهكذا ” يقولُ : فبين يدَيك وعن يمينِك وعن شمالِك

“Dahulukan (nafkah) dirimu sendiri. Jika masih ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika telah bersedekah kepada keluargamu namun masih ada kelebihan, maka untuk kerabatmu. Jika telah bersedekah kepada kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka seterusnya demikian dan demikian”. Beliau berkata: “maka untuk orang-orang di depanmu, di kananmu dan di kirimu” (HR. Muslim no. 997).

Demikian juga, kewajiban bapak untuk menafkahi anak-anaknya adalah kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan:

وَأَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ منْ أَهْلِ الْعِلْمِ , عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ نَفَقَةَ أَوْلادِهِ الأَطْفَالِ الَّذِينَ لا مَالَ لَهُمْ . وَلأَنَّ وَلَدَ الإِنْسَانِ بَعْضُهُ , وَهُوَ بَعْضُ وَالِدِهِ , فَكَمَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ كَذَلِكَ عَلَى بَعْضِهِ وَأَصْلِه 

“Para ulama yang kami hafal pendapatnya bersepakat bahwa seorang laki-laki wajib menafkahi anak-anaknya yang masih kecil yang tidak punya harta. Karena anak dari seseorang adalah bagian darinya, si anak adalah bagian dari bapaknya. Maka sebagaimana ia wajib menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, ia juga wajib menafkahi dirinya dan bagian dari dirinya (yaitu anaknya)” (Al-Mughni, 8/171).

Dan yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah sandang (pakaian pokok), pangan (makanan pokok) dan papan (tempat tinggal). Dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar (1/337) disebutkan:

وشرعاً: كفاية من يَمُونُه بالمعروف قوتاً، وكسوة، ومسكناً، وتوابعها

“Secara syar’i, nafaqah artinya memberikan kecukupan kepada orang yang menjadi tanggungannya dengan ma’ruf berupa quut (makanan pokok), pakaian, tempat tinggal, dan turunan-turunan dari tiga hal tersebut”.

Tentang sampai kapan seorang anak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa keterangan berikut. Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan:

وَإِيجَابُ نَفَقَةِ الْوَلَدِ عَلَى أَبِيهِ، وَإِنْ كَانَ كَبِيرًا. قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ اُخْتُلِفَ فِي نَفَقَةِ مَنْ بَلَغَ مِنْ الْأَوْلَادِ، وَلَا مَالَ لَهُ، وَلَا كَسْبَ فَأَوْجَبَ طَائِفَةٌ النَّفَقَةَ لِجَمِيعِ الْأَوْلَادِ أَطْفَالًا كَانُوا أَوْ بَالِغِينَ، إنَاثًا أَوْ ذُكْرَانًا إذَا لَمْ يَكُنْ لَهُمْ أَمْوَالٌ يَسْتَغْنُونَ بِهَا عَنْ الْآبَاءِ وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ الْوَاجِبَ الْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ إلَى أَنْ يَبْلُغَ الذَّكَرُ وَتَتَزَوَّجَ الْأُنْثَى ثُمَّ لَا نَفَقَةَ عَلَى الْأَبِ إلَّا إذَا كَانُوا زَمْنَى، فَإِنْ كَانَتْ لَهُمْ أَمْوَالٌ، فَلَا وُجُوبَ عَلَى الْأَبِ 

“Wajib seorang ayah untuk memberi nafkah kepada anaknya, walaupun anaknya sudah dewasa. Ibnul Mundzir mengatakan: Para ulama berselisih pendapat tentang nafkah anak yang sudah baligh yang tidak punya harta serta tidak punya penghasilan. Sebagian ulama mewajibkan nafkah untuk semua anak, baik masih kecil ataupun sudah baligh, baik perempuan ataupun laki-laki. Selama mereka tidak memiliki harta yang mencukupi jika tidak dinafkahi oleh ayahnya. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa nafkah yang wajib bagi anak laki-laki adalah sampai ia baligh sedangkan bagi anak perempuan adalah sampai ia menikah. Kecuali jika mereka zamnaa (sakit parah dalam waktu yang lama). Jika mereka zamnaa namun memiliki harta yang cukup maka tidak ada kewajiban nafkah bagi sang ayah” (Subulus Salam Syarhu Bulughil Maram, 3/325).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: 

عَلَيْهِ نَفَقَةُ وَلَدِهِ بِالْمَعْرُوفِ إذَا كَانَ الْوَلَدُ فَقِيرًا عَاجِزًا عَنْ الْكَسْبِ وَالْوَالِدُ مُوسِرًا

“Wajib bagi ayah untuk menafkahi anak-anaknya secara ma’ruf, jika anaknya miskin dan tidak mampu mencari penghasilan sedangkan ayahnya berkecukupan” (Majmu’ Al-Fatawa, 34/105).

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan:

حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني

“Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240).

Kesimpulan dari penjelasan para ulama di atas, dirangkum oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid berikut ini:

واتفقوا على أن الوالد يلزمه نفقة أبنائه العجزة من الذكور والإناث حتى يستغنوا كبارا كانوا أو صغارا .واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ولده الذي له مال يستغني به ولو كان هذا الولد صغيرا . واتفقوا على أن الوالد لا تلزمه نفقة ابنه الذكر إذا بلغ الحلم وكان قادرا على التكسب . واختلفوا في لزوم النفقة على الوالد لابنه البالغ الفقير القادر على الكسب، فأكثر العلماء يرون أنه لا تلزمه نفقته ، لقدرته على الكسب … واختلفوا أيضا في البنت التي بلغت الحلم هل يلزم والدها النفقة عليها أم لا ؟ فذهب أكثر العلماء إلى أنه يلزمه أن ينفق عليها حتى تتزوج

Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil.

  • Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anaknya yang memiliki harta yang mencukupi untuk dirinya, walaupun sang anak masih kecil.
  • Ulama sepakat bahwa seorang ayah tidak wajib menafkahi anak laki-lakinya, jika sudah baligh dan mampu untuk mencari penghasilan. 
  • Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah untuk menafkahi anak laki-laki dewasanya yang miskin namun mampu mencari penghasilan. Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayah tidak wajib memberi nafkah karena sang anak mampu mencari penghasilan.
  • Ulama berselisih pendapat tentang kewajiban ayah terhadap anak perempuannya yang sudah baligh apakah ayahnya wajib menafkahinya ataukah tidak? Mayoritas ulama berpandangan bahwa ayahnya wajib untuk menafkahinya sampai ia menikah

(Fatwa Islam Sual wa Jawab, no. 13464).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, wa shallallaahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammadin wa ‘ala aalihi washahbihi ajma’iin.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

 

Kode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi)

[email protected]

Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini:

إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ

Artinya: 

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah?

🔍 Doa Masalah, Anak Sholeh Adalah, Kemaluan Istri, Abdul Qadir Al Jailani, Tausiah Tentang Jodoh

Sumber : https://konsultasisyariah.com/44306-sampai-kapan-anak-wajib-dinafkahi-orang-tua.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *