Makna Mendalam Surah Al-Kahfi Ayat 1-10: Tafsir dan Pelajaran – Rumaysho.Com



Surah Al-Kahfi memiliki keutamaan besar, termasuk sebagai perlindungan dari fitnah Dajjal. Ayat-ayat awalnya mengajarkan tentang tauhid, keistimewaan Al-Qur’an, dan kabar gembira bagi orang beriman. Artikel ini akan membahas tafsir ayat-ayat tersebut berdasarkan penjelasan ulama untuk mengambil pelajaran berharga.

Baca juga: Keutamaan Menghafal Sepuluh Ayat Pertama Surah Al-Kahfi

QS. Al-Kahfi ayat pertama

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ ٱلْكِتَٰبَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُۥ عِوَجَا ۜ

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.” (QS. Al-Kahfi: 1)

Penjelasan surah Al-Kahfi ayat pertama dari Syaikh As-Sa’di

Segala puji bagi Allah, yaitu sanjungan kepada-Nya atas sifat-sifat-Nya yang seluruhnya adalah sifat kesempurnaan. Segala puji juga atas nikmat-nikmat-Nya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang bersifat agama maupun duniawi. Di antara nikmat terbesar-Nya secara mutlak adalah diturunkannya kitab yang agung kepada hamba dan rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memuji diri-Nya sendiri, sekaligus memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar memuji-Nya atas pengutusan Rasul dan penurunan kitab tersebut kepada mereka.

Allah kemudian menjelaskan dua sifat utama dari kitab ini yang menunjukkan kesempurnaannya dalam segala aspek, yaitu: (1) Tidak ada penyimpangan di dalamnya, dan (2) kitab ini adalah petunjuk yang lurus. Ketiadaan penyimpangan menunjukkan bahwa di dalam kitab ini tidak ada kebohongan dalam berita-beritanya, dan tidak ada kezaliman maupun kesia-siaan dalam perintah serta larangannya. Sifat lurusnya kitab ini menunjukkan bahwa kitab ini tidak memuat kecuali berita yang paling agung, yaitu berita-berita yang memenuhi hati dengan pengetahuan, keimanan, dan akal sehat. Contohnya adalah berita tentang nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya, serta berita tentang hal-hal gaib di masa lalu maupun masa depan.

Selain itu, perintah dan larangannya bertujuan menyucikan jiwa, membersihkannya, menumbuhkannya, dan menyempurnakannya, karena mencakup keadilan yang sempurna, keikhlasan, serta penghambaan kepada Allah, Rabb semesta alam, yang tidak memiliki sekutu. Maka, kitab yang memiliki sifat-sifat mulia seperti ini layak untuk dipuji oleh Allah sendiri atas penurunannya, dan Allah memuliakan para hamba-Nya dengan kitab tersebut.

 

QS. Al-Kahfi ayat kedua

قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا

“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” (QS. Al-Kahfi: 2)

Penjelasan surah Al-Kahfi ayat kedua dari Syaikh As-Sa’di

Firman Allah, “Untuk memperingatkan (manusia) akan siksaan yang sangat keras dari sisi-Nya” (QS Al-Kahfi: 2), maksudnya adalah bahwa Al-Qur’an yang mulia ini diturunkan untuk memberikan peringatan tentang azab yang ada di sisi Allah, yaitu azab yang telah Dia tetapkan dan putuskan bagi orang-orang yang melanggar perintah-Nya. Hal ini mencakup azab di dunia maupun azab di akhirat. Ini juga termasuk bentuk kasih sayang Allah, karena Dia memperingatkan hamba-hamba-Nya dan memberi tahu mereka tentang hal-hal yang membahayakan dan dapat menghancurkan mereka.

Sebagaimana firman Allah, ketika menyebutkan tentang neraka dalam Al-Qur’an: “Itulah (azab) yang Allah peringatkan dengannya hamba-hamba-Nya. Wahai hamba-hamba-Ku, bertakwalah kepada-Ku” (QS Az-Zumar: 16). Maka dari itu, rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya terlihat dari bagaimana Dia menetapkan hukuman berat bagi orang-orang yang melanggar perintah-Nya, menjelaskan hukuman tersebut, serta menunjukkan sebab-sebab yang dapat menyebabkannya.

Firman Allah selanjutnya, “Dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS Al-Kahfi: 2). Maksudnya, Allah menurunkan Al-Qur’an kepada hamba-Nya sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan sempurna yang mendorong mereka untuk mengerjakan amal saleh. Amal saleh ini mencakup segala bentuk amal yang diwajibkan maupun yang dianjurkan, selama amal tersebut dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ.

Firman-Nya, “bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik” menunjukkan bahwa pahala tersebut adalah balasan yang telah Allah tetapkan atas keimanan dan amal saleh. Pahala itu adalah keridhaan Allah dan masuk ke dalam surga-Nya, tempat yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia. Penyebutan pahala dengan kata “baik” menunjukkan bahwa pahala tersebut bebas dari segala kekurangan atau hal yang dapat menguranginya. Jika terdapat sesuatu yang dapat mengurangi keindahannya, maka tidak akan disebut sebagai pahala yang sempurna.

 

QS. Al-Kahfi ayat ketiga

مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا

“Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi: 3)

Dalam Tafsir Al-Muyassar disebutkan tafsir ayat kedua dan ketiga:

Allah menjadikannya kitab yang lurus, tidak ada pertentangan dan kontradiksi di dalamnya; untuk memberikan peringatan kepada orang-orang kafir dari siksaan yang pedih yang berasal dari sisiNya, dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya yang beramal saleh bahwa sesungguhnya bagi mereka pahala melimpah, yaitu surga. Mereka akan berdiam dalam kenikmatan tersebut, tidak akan pergi terpisah darinya selamanya.

Mengenai ayat ketiga, dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan:

Namun demikian, pahala yang baik itu, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: (Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya), tidak akan hilang dari mereka, dan mereka pun tidak akan keluar darinya. Bahkan, kenikmatan mereka terus bertambah dari waktu ke waktu. Dalam penyebutan kabar gembira tersebut, terdapat petunjuk untuk menyebutkan amalan-amalan yang menjadi sebab diraihnya kabar gembira itu. Hal ini karena Al-Qur’an telah mencakup semua amal saleh yang dapat mengantarkan jiwa meraih apa yang diinginkan dan membuat ruh merasa bahagia.

 

QS. Al-Kahfi ayat keempat

وَيُنذِرَ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًا

“Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak”.” (QS. Al-Kahfi: 4)

Dalam Tafsir As-Sa’di disebutkan: “Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata, ‘Allah mempunyai anak’”—maksudnya adalah peringatan bagi kaum Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrik yang mengucapkan pernyataan yang sangat buruk ini. Mereka menyatakan hal itu tanpa dasar ilmu maupun keyakinan yang benar.

 

QS. Al-Kahfi ayat kelima

مَّا لَهُم بِهِۦ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِءَابَآئِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا

“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al-Kahfi: 5)

Syaikh As-Sa’di menerangankan:

Mereka tidak memiliki ilmu tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka yang mereka tiru dan ikuti. Mereka hanya mengikuti dugaan dan hawa nafsu mereka. Allah berfirman, (Sungguh buruk kata-kata yang keluar dari mulut mereka)—artinya, betapa besar keburukan ucapan tersebut dan betapa berat konsekuensinya. Ucapan itu sangat tercela, karena menisbatkan kepada Allah sifat memiliki anak yang berarti menunjukkan kekurangan-Nya, adanya pihak lain yang menyamai-Nya dalam sifat rububiyah dan uluhiyah, serta menyatakan kebohongan atas-Nya.

Allah juga berfirman, (Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?) Karena itulah, dalam ayat ini disebutkan, (Mereka tidak mengatakan kecuali kebohongan), yakni kebohongan yang murni tanpa ada sedikit pun kebenaran di dalamnya.

Perhatikan bagaimana Allah membantah pernyataan ini secara bertahap, dengan menjelaskan kelemahan dan kebatilannya:

  • Pertama, Allah menyatakan bahwa mereka (tidak memiliki ilmu tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka). Mengatakan sesuatu tentang Allah tanpa ilmu jelas merupakan larangan dan kebatilan.
  • Kedua, Allah menegaskan betapa buruk dan menjijikkan ucapan tersebut dengan berfirman, (Sungguh buruk kata-kata yang keluar dari mulut mereka).
  • Ketiga, Allah menjelaskan tingkat keburukannya, yaitu bahwa ucapan tersebut merupakan kebohongan yang bertentangan dengan kebenaran.

 

Masih berlanjut Insya-Allah …

 

@ Perjalanan DS – MPD, 16 Rajab 1446 H, 16-01-2025, sore hari menjelang Maghrib

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com



Sumber : https://rumaysho.com/39552-makna-mendalam-surah-al-kahfi-ayat-1-10-tafsir-dan-pelajaran.html

© 2025 Naajiya TV - WordPress Theme by WPEnjoy